Sabtu, 01 November 2008

PEREMPUAN CERDAS PEMBANGUN BANGSA

Perempuan Cerdas Sepanjang Sejarah Indonesia

Cerita-cerita lama Indonesia, seperti legenda dan mitos banyak menceritakan perempuan cerdas, hebat, gagah, dan kuat. Ada legenda yang menceritakan bahwa perempuan merupakan sumber daya kehidupan manusia, misalnya cerita Sari Pohaci (Sunda) dan Dewi Sri (Jawa). Dari badan perempuan ini tumbuh jenis makanan yang menjadi sumber kehidupan manusia. Legenda lain ada yang menceritakan perempuan-perempuan gagah yang bisa bertindak dan mengambil keputusan pada saat keadaan kritis diperlukan ketegasannya, seperti “Nyi Dayang Sumbi” dalam cerita “Sangkuriang” atau cerita “Nyai Roro Kidul” yang sampai sekarang menjadi mitos di daerah Pantai Selatan.

Sejarah Indonesia juga mencatat tentang adanya raja perempuan yang memerintah pada abad ke-16, yaitu “Ratu Sima” sebagai Ratu Kerajaan Kalingga dan pahlawan-pahlawan perempuan yang bangkit untuk melawan penjajah sejak tahun1917, seperti Martha Christina Tiahahu, Nyi Ageng Serang, Cut Nyak Dien, Kartini, Dewi Sartika, dan Rasuna Said.

Kartini Pelopor Pencerdasan Perempuan Indonesia

Kartini berpendapat bahwa bila ingin maju dan mandiri, maka perempuan harus mendapat pendidikan. Kartini membangun pola pikir kemajuan, dengan cara menggugah kesadaran orang-orang sejamannya, bahwa kaum perempuan harus bersekolah. Tidak hanya di Sekolah Rendah, melainkan harus dapat meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi, sejajar dengan laki-laki.

Surat-surat Kartini sangat progresif, bukan saja untuk masa itu, seandainya pun diterapkan untuk masa sekarang, surat-surat itu masih tetap sesuai dengan harapan perempuan masa kini. Pada saat itu ia sudah mempunyai sikap bahwa laki-laki dan perempuan harus diperlakukan sama dan memperoleh pendidikan yang sama pula, ia tidak setuju bila adat kebiasaanlah yang menentukan kedudukan laki-laki dan perempuan. Surat-surat Kartini memancarkan sikap-sikap yang terlalu maju untuk masyarakat saat itu. Bagi Kartini, perempuan harus terpelajar sehingga dapat bekerja sendiri, mencari nafkah sendiri, mengembangkan seluruh kemampuan dirinya, dan tidak tergantung pada siapa pun, termasuk suaminya. Selain itu, meskipun dalam situasi pingitan, terisolasi, dan merasa sunyi, Kartini mampu membangun satu gagasan politik yang progresif pada jaman itu, baik untuk kepentingan kaum perempuan maupun bagi para kawula miskin di tanah.

Gagasan-gagasan brilian dari Kartini tersebut kemudian diikuti oleh beberapa tokoh perempuan lainnya, seperti Raden Dewi Sartika yang mendirikan Sekolah Keutamaan Isteri di Bandung dan Rohanna Kudus yang mendirikan perusahaan penerbitan koran Soenting Malajoe.

Peranan Perempuan Dalam Pembangunan Bangsa

Sebelum Dekade Wanita PBB dikumandangkan pada tahun 1975-1985, posisi dan peran perempuan telah diperhatikan oleh pemerintah negara dunia ketiga dan oleh organisasi internasional seperti WHO dan UNICEF. Peranan perempuan pada masa itu terbatas pada upaya peningkatan kesejahteraan keluarga dan tidak dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Perempuan menjadi sasaran program pembangunan di bidang kesehatan dan program “belas kasihan” yang menganggap perempuan perlu dikasihani.

Perempuan yang dicakup dalam program pembangunan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa mereka termasuk ruang lingkup domestik sebagai perpanjangan peran reproduktif. Peran perempuan tidak memungkinkan untuk mendapatkan penghargaan berupa materi, semua kegiatan yang dilakukan oleh perempuan dianggap bernilai sosial, sehingga pada masa 1950-1960-an perempuan memiliki peran dan tanggung jawab pada kegiatan sosial tersebut. Pembangunan dengan ciri modernisasi, terutama di bidang pertanian dengan introduksi teknologi dan mekanisasi menempatkan laki-laki sebagai agen kemajuan dan modernisasi. Perempuan ditempatkan pada peran reproduktif yaitu mengelola rumah tangga.

Kebijakan pembangunan kemudian berlanjut hingga pada akhirnya memunculkan konsep WID (Woman in Development). Konsep ini memusatkan diri pada peranan produktif perempuan yang telah mencoba merealisasikan tujuan pengintegrasian perempuan ke dalam pembangunan dalam berbagai cara, yaitu memulai program khusus perempuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi. Proyek yang berakar pada konsep WID ini dikenal sebagai proyek peningkatan pendapatan. Tujuan utama proyek berbasis WID ini adalah meningkatkan peran, akses, kontrol dan benefit perempuan dalam pembangunan. Perempuan jadi objek.

Partisipasi perempuan dalam pembangunan juga semakin ditingkatkan. Muncullah WAD (Women and Developmen), yang dulunya perempuan semata-mata menjadi “objek pembangunan” kini mereka diikutsertakan menjadi “subjek pembangunan”. Keterlibatan perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan pembangunan menjadi gagasan baru. Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran gender pada masyarakat, pengarusutamaan gender (gender mainstraming) dalam pembangunan menjadi sebuah keharusan.

Konferensi perempuan sedunia di Mexico 1975 mengupas permasalahan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, termasuk di dalamnya hak dalam kesempatan kerja, membawa dampak positif bagi pemerintah Indonesia. Apalagi bila dikaitkan dengan permasalahan peranan perempuan dalam pembangunan seolah-olah bersifat universal di dunia ketiga. Pada waktu itu pemerintah membentuk Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita dengan Ny. Lasiah Sutanto, S.H. sebagai mentrinya. Peran ganda perempuan (women’s dual role) menjadi tema utama saat itu.

Konsep mengenai peran ganda perempuan merupakan strategi dalam upaya memperkokoh kedudukan perempuan di masyarakat dan keluarga, lebih-lebih kalau kita mengingat situasi ekonomi, politik, dan sistem dunia yang melingkupinya yang masih belum memungkinkan perempuan bergerak leluasa.

Gerakan perempuan pada hakikatnya cukup punya andil besar dalam pembangunan meski dia tidak duduk dalam kursi publik, karena kebijakan pikirannya juga bisa disalurkan lewat orang orang terdekat yang duduk di kursi publik. John F. Kennedy menyebutkan bahwa dibalik kesuksesan laki-laki ada seorang perempuan. Begitulah perempuan harus sangatlah cerdas baik hati maupun pikirannya, karena perempuan adalah madrosatul ummah yang mendidik seluruh manusia, semenjak dari kandungan

Jika perempuan suatu bangsa cerdas-cerdas, maka hasil pembangunan bangsanya ke depan akan lebih signifikan. Suatu hasil penelitian di Rusia menyatakan bahwa majunya suatu negara karena bangsanya cerdas-cerdas. Yang melahirkan bangsa yang cerdas adalah perempuan, karena itu di Rusia bila ada seorang perempuan cerdas dan dia potensial untuk bisa banyak melahirkan anak, maka dia dibiayai oleh pemerintah untuk produktif melahirkan anak. Jadi, kelak perempuan-perempuan cerdas itu secara genetik akan melahirkan generasi bangsa yang cerdas pula.

Perempuan juga adalah tiang negara. Tegaknya negara akan sangat ditentukan oleh kaum perempuan. Dengan kata lain keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kaum perempuannya. Saat ini hampir tidak terlihat lagi perbedaan antara laki-laki dan perempuan, keduanya memiliki status, kesempatan, dan peranan yang luas untuk berkembang dalam struktur masyarakat modern. Sekarang tidak janggal lagi perempuan bekerja di pabrik, wartawan, sopir, atlet, eksekutif di perusahaan, anggota eksekutif di pemerintahan, anggota legislatif, guru besar, menteri, dan bahkan Negara Indonesia pernah mempunyai presiden perempuan.

Pergeseran peran perempuan yang semula pada kerja reproduktif ke produktif semakin lama menunjukkan gejala peningkatan. Secara kuantitas, perempuan memang lebih unggul dibandingkan laki-laki, hal ini menunjukkan bahwa sumber daya perempuan memiliki potensi untuk berperan serta dalam pembangunan. Kualitas sumber daya perempuan juga tidak kalah dibandingkan dengan laki-laki.

Kaum perempuan Indonesia, bila diberi kesempatan akan mampu meningkatkan kualitasnya. Mereka adalah aset dan potensi pembangunan, dan kita harus terus melakukan strategi kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pembangunan nasional agar mereka tidak menjadi beban pembangunan. Bila perempuan dihambat untuk diberdayakan, maka dengan sendirinya juga akan menghambat upaya optimal untuk memajukan Pembangunan Nasional kita. Perempuan Indonesia harus menjadi manusia Indonesia yang bermartabat dan maju, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain, juga harus mampu berperan aktif dalam pergaulan nasional maupun internasional.

Perempuan perlu meningkatkan kapasitasnya sebagai warga negara, agar mampu mengejar ketertinggalan di segala bidang kehidupan dan penghidupan di semua tingkatan. Perempuan sebagai penerus nilai dan norma-norma dalam keluarga dan kelompok strategis, diharapkan mampu berperan sebagai pembawa perubahan atau pelaku pembaharuan (agent of change).

Di era transformasi ini, keterlibatan perempuan di dunia publik sudah menunjukkan peningkatan, hal ini didorong oleh dua faktor penting yakni faktor internal dan eksternal. Dalam mengaktualisasikan dirinya ke dunia publik, perempuan juga menghadapi berbagai kendala dan tantangan antara lain adalah sosial budaya terutama stereotipe gender.

Konferensi Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan tahun 2002, salah satu strategi terpenting yang disepakati, adalah meningkatkan peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang sehat produktif dan bertanggung jawab. Hal tersebut sangat berkaitan pula dengan salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDG’s) yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan manusia. Sekalipun MDG’s merupakan komitmen global, tetapi diupayakan untuk lebih mengakomodasikan nilai-nilai lokal sesuai dengan karakteristik masing-masing sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan.
Lebih dari dua dasawarsa pembangunan pemberdayaan perempuan telah dilaksanakan, saat ini kita dapat melihat kiprah perempuan Indonesia dalam berbagai peranan dan posisi strategis serta kondisi dan posisi perempuan dalam berbagai keragaman peran. Hal ini menunjukkan bahwa " perempuan Indonesia memang merupakan sumberdaya yang potensial" apabila ditingkatkan kualitasnya dan diberi peluang dan kesempatan serta kemampuan dan keterampilan yang sama untuk berperan.

Tidak ada komentar: