Rabu, 30 Juli 2008

Ilustrasi Feminisme dan Gender

Persoalan gender erat hubungannya dengan persoalan feminisme. Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), yang berarti perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Dalam hal ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis dan sebagai hakikat alamiah), sedangkan maskulin dan feminin (sebagai aspek perbedaan psikologi dan kultural). Selden (1986: 132) mengungkapkan pengertian male-female mengacu pada seks, sedangkan maskulin-feminin mengacu pada jenis kelamin atau gender, seperti he dan she. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh budaya dominan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial. Emansipasi perempuan merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal dengan kesetaraan gender.
Goefe (Sugihastuti, 2003: 23) mengartikan feminisme sebagai teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan berorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan.
Dipandang dari sudut sosial, “feminisme muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap sistem patriarki yang ada pada masyarakat” (Selden, 1996: 139). Selden menggunakan istilah patriarki untuk menguraikan sebab penindasan terhadap perempuan. Patriarki menentukan bahwa laki-laki itu superior dan menempatkan perempuan sebagai inferior.
Feminisme berbeda dengan emansipasi. Emansipasi cenderung lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam pembangunan tanpa mempersoalkan keadilan gender, sedangkan feminisme sudah mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang selama ini dinilai tidak adil. Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan.
Penjelasan mengenai munculnya feminisme dikemukakan oleh Stimpson (1981: 230) yang mengemukakan “asal mula kritik feminis berakar pada protes-protes perempuan melawan diskriminasi yang mereka derita dalam masalah pendidikan dan sastra.” Setelah 1945 kritik feminis menjadi satu proses yang lebih sistematis, yang kemunculannya didorong oleh kekuatan modernisasi yang begitu kuat seperti masuknya perempuan dari semua kelas dan ras ke dalam kekuatan-kekuatan publik dan proses-proses politik.
Perjuangan serta usaha gerakan feminisme untuk mencapai berbagai cara, di antaranya, yaitu memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki. Berkaitan dengan itu munculah istilah gerakan persamaan hak (equal rights movement). Cara lain adalah membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan domestik atau lingkungan keluarga dan rumah tangga. Cara tersebut sering dinamakan women liberation movement disingkat women’s lib atau women’s emansipation movement, yaitu gerakan pembebasan perempuan (Djajanegara, 2000: 4).
Pada tahun 1960 dan awal 1970-an, kritik feminis berhasil mengakhiri dominasi kultural laki-laki atas perempuan dan atas keterasingan kaum perempuan dari kekuatan-kekuatan kultural. (Stimpson, 1981: 232). Pada tahun 1984 diadakan konvensi di Seneca Falls yang dianggap sebagai awal timbulnya gerakan perempuan secara terorganisasi dan dianggap pula sebagai Women’s Great Rebillion (pemberontakan besar kaum perempuan). Para tokoh feminis memproklamasikan versi lain dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika yang berbunyi All men are created equal (semua laki-laki diciptakan sama) menjadi All men and women are created equal (semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama) (Djajanegara, 2000: 1). Sementara itu, kata feminis oleh Chalotte Broute disebut sebagai satu figur yang melambangkan berbagai teori ambisi dan usaha-usaha mereka (Stimpson, 1981: 232-236).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa munculnya gagasan-gagasan feminis berangkat dari kenyataan bahwa kontruksi sosial gender yang ada mendorong cita-cita persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Kesadaran atau ketimpangan struktur, sistem, dan tradisi dalam masyarakat inilah yang kemudian melahirkan kritik feminis. Eksplorasi feminisme dilakukan dengan berbagai hal, baik melalui sikap, penulisan artikel, puisi, novel, maupun berbagai media lain yang memungkinkan untuk dapat mentransformasikan gagasan atau pandangan sebagai bentuk kritik feminis terhadap situasi dan pandangan masyarakat.
Teori feminis merupakan suatu wilayah yang memberikan kontribusi penting dan orisinal terhadap pemikiran kontemporer, yang unik dalam teori feminisme adalah ketegasannya mengenai keterkaitan antara teori dan praktik, dan antara publik dan individu. Teori dan pengalaman mempunyai hubungan khusus di dalam feminisme yang dikemas dalam slogan the personal is political (Humm, 2002: ix).
Tujuan pokok dari teori feminisme adalah memahami penindasan perempuan secara ras, gender, kelas, dan pilihan seksual, serta bagaimana mengubahnya. Teori feminisme mengungkap nilai-nilai penting individu perempuan beserta pengalaman-pengalaman yang dialami bersama dan perjuangan yang mereka lakukan. Feminisme menganalisis bagimana perbedaan seksual dibangun dalam dunia sosial dan intelektual, serta bagaimana feminisme membuat penjelasan mengenai pengalaman dari berbagai perbedaan itu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian feminis adalah orang yang menganut feminisme, yaitu perjuangan kaum perempuan untuk mengubah struktur hierarki antara laki-laki dan perempuan menjadi persamaan hak, status, kesempatan, dan peranan dalam masyarakat. Feminisme memunculkan dua istilah mengenai tokohnya, yaitu tokoh profeminis, yang mendukung ide-ide feminisme dan tokoh kontrafeminis yang tidak mendukung ide-ide feminisme. Lain dengan gender, gender adalah suatu “sifat” yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Gender dalam hal ini didefinisikan dari sudut nonbiologis antara laki-laki dan perempuan.
Gender merupakan konstruksi sosiokultural atau katogeri sosial (feminitas dan maskulinitas) yang tercermin dalam perilaku, keyakinan, dan organisasi sosial. Oleh karena itu, gender merupakan konsep sosial. Dari istilah feminitas dan maskulinitas inilah muncul penentuan stereotip gender yang kelak menentukan adanya perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran inilah yang memunculkan adanya ketidaksetaraan gender dan ketidakadilan gender.

Senin, 14 Juli 2008

Analisis Wacana Kritis Ideologi Gender

Pendidikan Politik Untuk Perempuan


Disampaikan dalam Seminar Internasional Perempuan di Universitas Gajah Mada, yogyakarta 16-17 Juli 2008